Mengejar mimpi ke Golden Triangle

     Mimpi itu hanya akan jadi khayalan jika kita tidak bergerak untuk menggapainya. Dan untuk menggapai mimpimu tentu saja kamu butuh sebuah amunisi. Amunisi ini tidak hanya dari segi materi, semangat dan memerangi rasa takut adalah amunisi yang benar-benar penting.Dalam tulisan ini saya ingin sedikit berbagi tentang menggapai mimpi dan mencari amunisi.
      Saya punya sebuah mimpi untuk bisa menginjakkan kaki ke semua pelosok bumi. Become the world citizen is my biggest dream. Saya tidak tau awalnya mengapa saya jatuh cinta pada aktivitas bernama travelling. Saat teman-teman saya sudah mapan dan 'menikah' dengan mobil dan rumahnya, saya malah 'buang-buang duit' buat menjelajah. Saya suka acara deg-deg an takut nyasar (saya gak bisa baca peta sampai detik ini), suka nangkring di spot-spot tertentu menikmati 'the art of doing nothing' dan hal-hal kecil lain yang membuat saya selalu bersyukur dan bertambah 'muda'. Karena bagi saya hidup itu kalo tidak diselingi sesuatu yang spontan-spontan itu bakal hambar,semakin kamu sering kenalan sama rasa hambar kamu bakal ikutan hambar dan cepet tua.Dan wanita itu seperti air susu makin tua makin basi, kalau tidak sering-sering upgrade melakukan hal-hal gila kamu bakal basi beneran. Jadi saya butuh semacam aktualisasi dari orang sekitar tentang taraf 'kemudaan' saya dengan dikatai  'Oh wajar nekat gitu,masih muda'.
      Selama ini saya selalu travelling dengan teman-teman, baik kantor,kuliah maupun mutual friend dari berbagai macam teman  di atas. Tapi setelah melakukan berbagai perjalanan dari dinas sampai mandiri, saya makin memilih katagori 'teman jalan',kenapa?karena teman jalan itu sangat mempengaruhi mutu perjalanan kita. Dari berbagai riset (ciyee) diputuskan bahwa syarat jadi teman jalan saya adalah gak rewel , mandiri ,budgetnya sama dan punya selera humor tinggi.Kenapa saya butuh orang dengan selera humor yang tinggi, bayangin aja kalo tetiba kita dapet 'apes' ato nyasar tanpa orang-orang berselera humor tinggi kita bakal tambah bete. Dan kenapa butuh orang dengan budget yang sama?biar taraf/tingkat kenyamanan yang dibayangkan sama. Jadi paham kalau mau murah itu ya harus siap dengan ketidaknyamanan ,nah kalo situ punya duit lebih silahkan upgrade sendiri, dan gak rewel minta ditemenin upgrade.
     And finally saya benar-benar mengalami galau soal teman jalan ,bukan masalah kualitas tapi masalah kuantitas. Beberapa minggu yang lalu saya berusaha keras memerangi rasa takut terbesar saya ketika travelling, yaitu sendirian. Di karenakan banyak hal saya 'dipaksa' untuk pergi melalang buana sendirian. Hal yang benar-benar baru buat saya. Saya berpikir keras nanti saya ketawa ketiwi ama siapa?Trus tidur di hostel ama orang asing smua dong?Trus nanti yang ngambilin poto aku siapa? dan banyak pertanyaan bernada negatif serupa. Sampai H-2 actually saya gak bener-bener yakin akan berangkat .Disamping karena takut sendiri, daerah yang mau saya datangi sedang demo gede-gedean, yup saya mau ke Bangkok and Northern Thailand kali ini. Akhirnya Di detik-detik terakhir saya menemukan sebuah artikel yang memompa semangat saya judulnya "Why you should try to do solo travelling" .Dalam artikel itu dia menjelaskan poin-poin penting mengapa kita butuh waktu untuk 'sendiri' ,dalam artian suka-suka gue mau kmana,jam brapa, naik apa ,gak perlu mikirin kira-kira teman seperjalanan kita suka nggak ya?bisa bangun pagi gak ya? dandannya lama gak ya? dan sebagainya. Sometimes you must have your own journey and enjoyed it.
     Sebenernya perjalanan ke Northern Thailand ini sudah saya impikan sejak lama. Sejak mb Dewi Lestari nulis sebuah novel berjudul 'AKAR. Di novel itu dia bercerita betapa imigrasi cuma basa basi terasi di golden triangle. Di novel itu dia juga menceritakan aktivitas menarik macam metik opium ataupun melamun di pinggir sungai sebagai aktifitas yang menarik di perbatasan Laos-Thailand. Dari hasil browsing akses termudah untuk ke golden triangle adalah via Chiang Mai. Dan karena Chiang Mai plus Golden Triangle bukan destinasi favorit orang Indonesia, saya sedikit kesulitan cari teman senasib. But the show must go on, tiket pesawat pp dah di tangan, hostel dah di pesan, bahkan tour local sudah di booking. Saya bakal menyesal seumur hidup kalau gak jadi berangkat gegara sendirian. Akhirnya saya putuskan untuk berangkat menikmati liburan 5D4N saya keliling Thailand.
     Sore hari sesuai jadwal keberangkatan, saya sudah nangkring di ruang tunggu bandara Juanda Surabaya untuk boarding ke Bangkok. Dan saya duduk di lokasi yang tepat, sebelah saya ada mbak-mbak yang juga sendirian. Selidik punya selidik doi adalah mahasiswi doktor dari Chula Universities Bangkok yang lagi mudik. Jadilah saya cari tau tentang kondisi Bangkok saat ini plus sim card apa yang murah digunakan di sana. Biasanya tiap keluar negeri saya cukup ikhlas jadi fakir wifi dan gak beli sim card telepon, tapi kali ini saya harus punya,karena saya berencana buat ketemuan dengan teman saya di Ayuthaya di hari ke 3 untuk jalan-jalan bareng di Bangkok. Setelah asyik chit chat dan minta nomer hp nya ,tiba saatnya boarding. Penerbangan Surabaya-Bangkok selama 4 jam saya habiskan buat ngobrol dengan para backpacker muda asal Jogja yang berencana buat mbolang selama 15 hari keliling Asia Tenggara. Dan saya pengen setengah mati punya libur panjang kayak mereka.
     Jam 8 malam saya landing dengan lancar di bandara Don Mueang Bangkok dan nunggu 2 jam untuk flight selanjutnya ke Chiang Mai. Hal pertama yang saya cari adalah makanan, mengingat saya belum makan malam. Tebakan saya ternyata meleset saya pikir bandara ini ramai macam Soehat dan dipenuhi gerai makanan,ternyata tidak pemirsa bandaranya kelewat sepi untuk ukuran internasional. Saya kualat udah ngenyek LCCT Kuala Lumpur karena parkiran pesawat plus minim fasilitas yang dimiliki, Don Mueang lebih minimalis lagi ternyata. Akhirnya saya ke minimarket beli popmie rasa tom yam yg berakhir di tempat sampah karena rasanya sungguh jauh dari ekspektasi. Sisa waktu tunggu saya habiskan dengan manyun di depan seven eleven sambil ngunyah roti , manyun karena Mc D, KFC dll adanya di dalam area ruang tunggu dan saya sudah terlanjur beli roti dan pop mie ajaib yang mahal ituh.
     Akhirnya setelah penerbangan singkat selama 1,5 jam dari Bangkok ,tengah malam saya sukses mendarat di Chiang Mai dalam kondisi lapar,sendirian dan kedinginan. Suhu di Chiang Mai mencapai 12-15 derajat Celcius kala itu. Dengan naik taksi bandara bertarif 120 THB flat ke semua area kota, saya diantar ke hostel yang sudah saya pesan di old town Chiang Mai. Saya menginap di Diva Guesthouse dengan tarif per malam untuk kamar dorm adalah 100THB, sekitar 30rb rupiah. Ketika saya sampai hostel,dia sudah tutup dan saya harus ke hostel ber 'pub' di depan gang untuk mengambil kunci kamar saya. Bayangkan jam 12 malam seorang gadis belia berjilbab masuk pub,nyari night guard nya buat ambil kunci, walhasil selusin bule yang lagi 'bergembira' ngelirik aneh ke saya. Belum selesai sampai di situ, sesampainya di kamar dorm saya kudu unpacking dalam gelap karena takut mengganggu penghuni lain kalo saya nyalain lampu. Malam itu saya sukses gak bisa tidur walaupun capeknya setengah mati,pusing kebanyakan turun naik pesawat plus laper plus galau harus bangun pagi-pagi tapi gak bisa nyalain alarm.
jalanan di dpn hostel
      Dengan kualitas tidur ayam akhirnya saya setengah melek sekitar jam setengah 6 pagi. Saya akan ikut tour golden triangle dan dijemput jam 7 pagi. Artinya saya masih punya waktu buat keluar dan cari makanan. Dan ternyata jam setengah 6 masih gelap gulita dan suhu nya gak manusiawi buat manusia tropis macam saya. Dengan sedikit gemetaran saya jalan ke arah Chiang Mai gate dan menemukan seven eleven (lagi) buat beli roti,susu, coklat dan sim card seharga 49 TBH.
      Jam 7 pagi saya dijemput oleh local tour untuk ke Golden Triangle. Saya sudah survey berbagai macam tour dan tour local yang ditawarkan oleh hostel saya lumayan murah 1300 TBH for one day tour ke Chiang Rai, Golden Triangle ,Laos dan Karen Long neck tribe.Jadi pagi itu penderitaan saya belum mau berakhir, AC di minivan itu dingin nya gak wajar dan saya pas di bawah fan AC. Tapi gegara penderitaan itu saya jadi punya temen baru, nama nya Nozomi Sakuraba of course doi dari Jepang tapi ternyata dia kerja di Ayana Resort Jimbaran Bali dia juga solo traveling keliling Thailand dalam rangka paid holiday. Dan anehnya kita langsung akrab bahkan berencana buat makan malam bareng pulang dari Golden Triangle ini. Perjalanan Chiang Mai-Chiang Rai ditempuh dalam waktu 3 jam, ditengah jalan kita berhenti di hot spring untuk menghangatkan diri sebelum lanjut ke Chiang Rai. 
With Nozomi at hot spring
Destinasi pertama kita di Chiang Rai adalah White Temple. Kuil ini dibangun seorang artisan Thailand sebagai kado persembahan untuk sang raja. Karena yang bikin seniman bisa dibayangkan dong bentuknya, indah banget ,kece plus nyentrik. Di sini dia ingin bercerita tentang konsep surga dan neraka beserta jembatan sirotol mustaqimnya. Semua bagian dari kuil ini punya sentuhan artistik, dari toilet,taman,pohon jimat sampai selasar taman semua nya cantik.
White Temple and the pool
Jembatan sirotol mustaqim
with temen nemu di jalan Nozomi
Toilet paling kece se Thailand
      Selesai asyik poto-poto di kuil kita melanjutkan perjalanan ke Golden Triangle. Jarak tempuh dari Chiang Rai  ke Golden Triangle sekitar 1 jam. Kita sampai di tepi sungai tempat bertemunya batas 3 negara yaitu Myanmar,Thailand, dan Laos atau Golden Triangle ini sekitar tengah hari. Jadi kalau saya simpulkan Golden Triangle ini adalah wisata geografi. Nothing left here,ladang opium dan ganja sudah dihabiskan(prohibitted) dan Thailand meng haramkan casino hadir dinegaranya, Casino legal adanya di Laos dan Myanmar. By the way penduduk lokal sampe menjuluki casino besar di Laos sebagai Lao Vegas saking megahnya casino di area perbatasan tersebut. Jadi acara tour di golden triangle ini cuma diajak naik slow boat jalan-jalan di sepanjang sungai mekong sampai ke batas Myanmar dan Laos. Lucu juga sih, kamu tinggal nyebrang pake getek udah pindah negara, nyebrang agak ke utara pake getek lagi udah pindah lagi. Konsep imigrasi terasi cocok diterapkan di sini, bahkan kita nyebrang dan belanja di wilayah Laos pun  tidak diminta passport. Imigrasi nya nangkring aja di pinggir sungai ,yang bakal perlu dikunjungi  kalau kamu mau nginep di Laos atau Myanmar.
Golden Budha at Golden Triangle
Welcome to Don Sai Laos
      Slow boat yang membawa kita ngider di seputaran Golden Triangle membawa kita mampir ke pulau kecil milik Laos yang bernama Don Sai. Acara kita di sini adalah belanja,dan kirim post card (khusus buat saya). Barang-barang yang dijual normal stuff sih macam souvenir dan tenun-tenun gitu. Barang ajaib yang dijual di sini adalah snake wine, didalam botol berisi wine terendam ular mati hii ngeri. Selesai naik slow boat ke Laos kita melanjutkan perjalanan ke Mae Sai untuk makan siang, dan jalan-jalan ke top north border of Thailand di Mae Sai yang berbatasan dengan Myanmar. Nah di border ini kalau kamu mau masuk ke Myanmar harus legal, dalam arti di tanyain pasport dan dimintai visa.
     Selesai melihat lihat border di Mae Sai kita menuju Karen long neck hill tribe, sembari pulang ke Chiang Mai. Jangan dibayangkan suku lokal ini berdiam diri terpencil di bukit,karena suku long neck yang tersisa sudah hidup di pedesaan yang tidak jauh dari kota Chiang Rai, dan mereka menjual aneka souvenir untuk para turis. Kepercayaan suku Karen ini ialah, wanita cantik itu yang lehernya panjang. Jadilah para wanita nya berlomba-lomba manjangin leher dengan memakai kalung besi di leher. Kalung ini mulai dipakai ketika sang wanita berusia 5 tahun, dan tiap 5 tahun dilepas untuk diganti dengan kalung yang lebih tinggi. Kasian sih sebenernya kalungnya itu bener-bener berat dan bisa merusak tatanan saraf di leher sang pemakai.
gadis kecil suku Karen
Lihatlah lehernya
Setelah selesai mengunjungi Karen long neck tribe ini kita diantar pulang ke hostel di Chiang Mai. Akan tetapi saya dan Nozomi minta di turunin di Night Bazar karena saya perlu beli oleh-oleh dan Nozomi dengan senang hati menemani. Jadi Night Bazar ini adalah pasar malam yang gedenya hampir sekecamatan. Berbagai macam souvenir,oleh-oleh dan makanan dijual di area Night Bazar ini.
Jadi malam itu kita mencari makanan halal untuk dinner plus belanja oleh-oleh.
Halal chicken pad thai


Amnusan Market
Aneka Oleh-oleh
Puas berbelanja kita pulang ke hostel masing-masing naik songtew(angkot) dengan tarif 20 THB. What a wonderful day of my life.Betapa saya bersyukur tidak jadi meng cancel liburan saya. Karena di tour ini saya ketemu temen baru dan yang paling penting saya menang melawan rasa takut saya untuk terus berjalan.
(to be continued)

Komentar

  1. Halo mba salam kenal....
    mau tanya pesen travelnya dari hostelnya langsung pas disana atau di jakarta.trus ada minimal orang untuk sekali pemberangkatan
    Terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. saya pesannya via email pas msh di indonesia, tinggal email2 an ama pemiliknya diva guesthouse tempat sya nginao. Tidak ada minimal orang, saya berangkat sendirian tdk masalah karena nanti bakal di arrange oleh tur nya.
    Selamat bersenang2 ya semoga membantu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip ke Seoul, Kiblat nya Para K-Pop Lover

An amazing Eastern Europe Trip

Obsesi Game of Throne di Andalusia